Minggu, 14 Januari 2018
SAMBAS DAN JEMBATAN BATUNYA
Jembatan Batu Sambas amat terkenal dan menjadi penghubung antar kota di kawasan selatan propinsi Kalimantan Barat. Jembatan ini bukan hanya bersejarah, tapi juga dianggap keramat karena konon dikuasai oleh kaum Bunian (mahluk halus). Banyak kejadian aneh berlaku di jembatan sepanjang 150 Km ini. Seperti penampakan-penampakan bangsa lelembut dan mahluk halus. Dulu, jembatan ini luput dari kehancuran saat dibom tentara Jepang.
Jembatan Sambas terletak di kota Sambas, atau berjarak 270 Km dari ibukota propinsi Kalimantan Barat, Pontianak ke arah selatan. Jembatan ini dianggap vital karena menghubungkan kota Bengkayang, Singkawang, Pemangkat, Sambas dan daerah-daerah kecil di bagian selatan Kalbar. Boleh dikata, ini jembatan satu-satunya yang menjadi nadi ekonomi dan transportasi masyarakat di sana. Keberadaan jembatan ini tak bisa lepas dari keberadaan kota Sambas yang unik.
Bagaimana dengan jembatan Sambas yang keramat itu? Benarkah jembatan ini tak mempan dibom oleh tentara Jepang? Pada tahun 1941, tanda-tanda berakhirnya pendudukan 3,5 abad tentara Belanda di nusantara mulai terlihat. Pasukan Jepang mulai terlihat memasuki kawasan nusantara dengan peralatan tempurnya. Termasuk daerah Kalimantan Barat. Pasukan Jepang memang berusaha keras mematahkan kekuatan Belanda yang ada di Kalimantan Barat termasuk Sambas. Salah satunya melumpuhkan sarana ekonomi dan transportasi darat, seperti jempatan.
Nah, negeri matahari terbit itu melihat jembatan Sambas sangat vital dan perlu dihancurkan untuk melumpuhkan kekuatan Belanda. Bulan Desember 1941, menjadi saksi bisu. Dengan melibatkan sekitar 27 pesawat tempurnya, tentara Jepang menyerang Angkatan Udara Belanda di Sanggau Ledo. Ternyata target serangan tersebut tidak saja untuk menghancurkan pangkalan Angkatan Udara Belanda, namun juga pada jembatan Sambas dan jalan raya yang menghubungkan kota Singkawang, Pemangkat dan Sambas serta Bengkayang.
Akan tetapi, keajaiban pun terlihat. Jembatan dan jalan yang dibangun oleh Sultan Moehammad Tsafioeddin II ini tak hancur sedikitpun. Padahal, bala tentara Jepang melihatnya telah hancur. Tak hanya itu. Muntahan peluru dan bom bak hujan lebat itu menerjang apa yang ada di bawahnya. Lucunya, hujan bom dan peluru itu justru jatuh di kawasan hutan belantara.
Padahal sebelumnya, tentara Jepang melihat kawasan yang berada di bawahnya itu merupakan kota yang sangat ramai dan megah. Menurut keterangan, itulah istana dari kerajaan Bunian yang terletak di Paloh. Tentu saja harapan Jepang meluluhlantakkan daerah Sambas tidak tercapai. Sebab lokasi yang dibom tersebut tiada lain hanyalah hutan belantara saja. Karena pengecohan ini kerajaan Sambas yang menjadi target sasaran penyerangan tetap berdiri dengan megahnya.
Sudah barang tentu, Sultan Moehammad Mulia Ibrahim Tsafioeddin, raja ke-15 kerajaan Sambas dan seluruh kawulanya aman dan selamat dari serangan itu. Dan hingga kini jembatan kokoh penghubung kota Sambas dan kota lainnya di Kalimantan Barat tetap berdiri. Ia menjadi saksi bisu sejarah kerajan Sambas. “Orang-orang Bunian akan selalu menjaga Sambas untuk selamanya. Percayalah tak akan ada satu orang pun yang bisa menghancurkan sambas, kecuali seizin Yang Maha Kuasa,” tutur Hasan, kuncen keraton Sambas.
“Sambas tok beh kote kramat. Sian ade yang sanggop nguasaek nye. (Sambas itu kota kramat, tidak akan ada yang bisa menguasainya),” tutur Hasan. Alhasil, baik Sambas maupun jembatan keramat itu masih kokoh berdiri hingga kini.
ASAL MULA KESULTANAN SAMBAS
Asal Mula Kesultanan Sambas
Sejak tanggal 15 juli 1999,kota Sambas telah kembali bangkit menjadi ibukota Kabupaten Sambas.Sebelumnya,kotaSambas hanya me jadi ibukota kecamatan,salah satu kecamatan dalam kabupaten Daerah Tingkat II sambas yang beribukota di Singkawang (sejak tahun 1957-1999).
Sejak tanggal 15 juli 1999,
Kalau kita lihat ke belakang,sejarah kesultanan Sambas,adalah sebuah kerajaan kesultanan besar di Kalimantan maupun di nusantara Indonesia.Kesultanan Sambasterkenal besar sejak sultan sambas yang pertamalSultan Muhammad Syafiuddin I (1631-1668).Kejayaan kesultanan sambas telah membesarkan nama negri Sambas,sampai pada Sultan Sambas ke-15 yaitu Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943).Kerajaan Sambas sirna ketika Sultan ke-15 ini wafat karena ditangkap dan di bunuh oleh tentara pendudukan jepang tahun 1943.Kekejaman facisme jepang meruntuhkan kejayaan Sambas.
Nama dan kejayaan Sambas sesungguhnya tidak hanya dimulai dari Sultan Muhammad Syafiuddin I (1631-1668).Sejak abad ke-13 masehi sudah ada kekuasaan raja-raja Sambas.Bermula dari kedatangan prajurit majapahit di Paloh.Kemudian pusat kerajaan Sambas berpindah ke kota lama di Teluk keramat.Dari kota lama berpindah ke kota bangun di sungai Sambas Besar.Dari kota bangun pindah lagi ke kota Bandir dan kemudian pindah lagi ke Lubuk Madung.Konon menurut cerita,rombongan Raden Sulaiman pernah singgah di Tebas.Mereka sempat menebas daerah ini tetapi kumudian ditinggalkan.Dinamakanlah daerah itu tebas.
Barulah pada masa sultan sambas ke-2 yaitu Raden Bima gelar Sultan Muhammad Tajuddin (1668-1708) pusat Kesultanan Sambas dibangun di Muara Ulakan,di pertemuan 3 sungai yaitu sungai Sambas Kecil,sungai Subah dan sungai Tebarau.Sejak tahun 1668 Kota Sambas itu meliputi daerah Pemangkat, Singkawang dan daerah Sambas sendiri , yang kaya akan emas.
Sejak jaman pendudukan Jepang dan NICA (1942-1950),integritas Kerajaan Sambas telah sirna karena terlibat dengan pergolakan perang Dunia II.Ketika daerah Sambas atau Kalimantan Barat kembali bernaung dibawah Negara Kesatuan Repulik Indonesia pada tahun 1950, dan dibentuknya pemerintahan administrative Kabupaten Sambas, rakyat sambas sesungguhnya menuntut agar kota Sambas tetap menjadi ibukota kabupaten Sambas.Keinginan rakyat Sambas ini adalah sebagai upaya melanjutkan kembali kejayaan negri Sambas sejak pemerintahan para Sultan Sambas dari tahun 1631-1943.
Allhamdullillah, keinginan rakyat sambas menjadikan kota sambas sebagai ibukota Kabupaten Sambas terwujud juga sejak tanggal 15 juli 1999.Pemerintahan kabupaten Sambas berkedudukan di kota Sambas, yang telah sirna sejak tahun 1943-1999,lima puluh tahun kemudian.
2.Purba sejarah Sambas
Riwayat kerajaan dan para Sultan Sambas berdasarkan catatan tertulis dan benda peninggalan secara jelas dimulai pada awal berdirinya kesultanan islam Sambas pada awal abad ke-17.Sumber tertulis utama tentang kesultanan Sambas,adalah tulisan Sultan Muhammad Syafiuddin II berjudul “Silsilah Raja-raja Sambas” yang tertulis sendiri oleh Sultan Sambas ke-13 itu pada bulan Desember 1903.
Sumber tertulis utama dari Negara Brunai Darussalam adalah kitab “Silsilah Raja-Raja Brunai”.Sumber sejarah kesultanan Sambas berkaitan dengan kerajaan Brunai telah diterbitkan dalam tiga buah buku oleh Pusat sejarah Brunai.Ketiga buku tersebut adalah:
- “Tarsilah Brunai,sejarah awal dan perkembangan islam”(thn 1990).
- “Raja tengah, Sultan Serawak Pertama dan Terakhir”(thn 1995).
- “Tarsilah Brunai, Zaman kegemilangan dan Kemashuran”(thn 1997).
Didalam sejarah Raja-raja Brunai maupun Silsilah Raja-Raja Sambas, riwayat kesultana Sambas dijelaskan mulai masa Raja tengah,Raja Serawak yang selam 40 thn berada di Sukadana dan Sambas (1600-1641).Raden Sulaiman adalah putera Raja Tengah dari perkawinan Raja Tengah dgn Puteri Surya Kusuma,puteri sultan Matan/Sukadana,Sultan Muhammad Syafiuddin.Kemudian Raden Sulaiman adalah Sultan Sambas pertama: 1631-1668.
Namun Sejarah Sambas sudah bermula jauh sebelum Raden Sulaiman berkuasa.Walaupun tidak didapatkan catatan tertulis tentang purba sejarah Sambas,dari catatan kerajaan Majapahit dan Kronik-kronik Kaisar Cina,disebutkan bahwa Sambas sudah ada sejajar dengan kerajaan-kerajaan di Kalimantan,Jawa,Sumatera,Malaka dan Brunai serta Kekaisaran Cina pada abad ke-13 dan ke-14.
Masa purba sejarah Sambas dan Kalimantan masih diliputi kabut ketidakpastian karena tidak banyak data dan informasi yang diperoleh.namun daerah bagian Barat Kalimantan telah banyak dikenal oleh para pelancong dan pedagang asing dari Cina,India dan Arab sejak abad ke-10.
TERJADINYA KONFLIK DI SAMBAS
Awal Mula Terjadinya Konflik Sambas
Awal peristiwa dilatar belakangi kasus pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura yang ditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat suku melayu. Peristiwa berkembang dengan bergabungnya ratusan warga suku Madura dan menyerang warga suku Melayu yang berakibat tiga orang suku Melayu meninggal dunia dan dua orang luka-luka. Selain itu terjadi pula kasus perkelahian antara kenek angkot warga suku Melayu dengan penumpang angkot warga suku Madura yang tidak mau membayar ongkos.Akibatnya terjadi saling balas membalas antara warga suku Melayu dibantu suku Dayak menghadapi warga suku Madura dalam bentuk perkelahian, penganiayaan dan pengrusakan. Peristiwa berkembang dengan terjadinya kerusuhan, pembakaran, pengrusakan, perkelahian, penganiayaan dan pembunuhan antara warga suku Melayu dibantu warga suku Dayak menghadapi warga suku Madura, yang meluas sampai kedaerah sekitarnya. Telah terjadi pengungsian warga suku Madura secara besar-besaran. Kemudian isu ini dieksploitir oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingannya. Peristiwa ini adalah kejadian yang kesepuluh sejak tahun 1977 dan juga pernah terjadi terhadap etnis yang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)